Selalu menyenangkan untuk kembali
ke Jogja, kota yang punya bakpia sebagai oleh-oleh khasnya. Sebenarnya Jogja tidak jauh beda dengan Solo, dari
orang-orangnya, suasana sampai makanannya. Jaraknya pun cukup ditempuh selama
satu jam menggunakan prameks. Tapi entah kenapa, Jogja selalu menyenangkan
untuk disinggahi lagi dan lagi.
Seperti minggu lalu, hampir
seminggu penuh aku berada di Jogja. Untuk cari tempat magang dan lomba. Awalnya
kupikir cukup satu hari aku mencari lokasi agensi iklan, tapi sialnya GPS ku
bermasalah dan aku kesasar sampai jalan Solo-Jogja. Jadilah aku di Jogja sampai hari Selasa, dan
sialnya lagi, setelah menemukan lokasinya, ternyata kantornya pindah untuk
sementara. Karena sudah kepalang tanggung ya, ya sudah aku cari alamatnya dan
ternyata sangatlah dekat dengan UGM, and I just feel like….. damn. Tapi tidak apa,
itung-itung explore Jogja, heuheu.
Lalu hari kamis malamnya, aku
balik lagi ke Jogja buat ngikutin lomba di hari Jumat-Sabtu. Lomba yang sama
seperti yang aku ikuti setahun lalu dan menang, tapi kali ini untuk mata lomba
yang berbeda dan sayangnya, gak menang. Soalnya tidak ada juara satu maupun dua
haha, dan masih menjadi bahasan sampai aku bikin tulisan ini. It’s okay we’re
looking for experience, not looking to be a winner. Kita menganut prinsip
finalis dulu, juaranya nanti. Ahzeekk.
Tapi seperti yang kubilang di
awal, kembali ke Jogja selalu menyenangkan. Begitupun kembali menjadi finalis
lomba, walaupun ga menang, ga kalah menyenangkan. Jadi finalis artinya bisa
ikut workshop dan seminar gratis, ketemu pembicara keren, dan tentunya ketemu
finalis lain dengan ide-ide keren mereka yang membuatku merasa seperti
remah-remah bakpia.
Jadi ceritanya sehabis presentasi
karya kita ikut workshop sama Glenn Marsalim, seorang yang dulunya praktisi
periklanan handal dan sekarang jadi freelancer. Awal ngeliat si Mas Glenn yang
pakai kaos gambar mangkok ayam ini aku
kayak “nih orang unik deh..,” Mas Glenn perawakannya kecil dan ga terlalu
tinggi, bertato hijau. Kulitnya putih, mungkin ada turunan chineesenya. Dan yang
jelas orangnya humble, murah senyum. Tapi pas ngasih materi soal Guerilla
Marketing dia to the point. Asik deh.
Yang paling aku inget dari materi
yang dia sampaikan kemarin adalah saat dia ngomong,
“Kamu kasih alasan ke klien buat
increasing awareness? Increasing awareness mbiyahmu!”.
Dan saat itu juga aku langsung
merasa tertampar, eh salah, ditabok. Ketawa-ketawa getir keinget presentasi
kita barusan yang masih sok-sok an increasing awareness. Jadi Mas Glenn ngasih
tau kalo increasing awareness itu ga bisa disebut increasing awareness kalau
engga driving sales, karena sekarang people not in control and client don’t
have much money to make people just aware of its product. Padahal di kampus aku
masih merasa diajarin bikin awareness dulu dan lainnya yang sudah sangat last
year. Okay noted Mas Glenn, ga lagi-lagi deh bikin konsep yang cuma building
awareness.
Sehabis workshop aku kepo juga
sama Glenn Marsalim ini, ternyata dia lebih keren dari yang aku duga.
Pengalaman sama penghargaannya gaperlu dipertanyain lagi lah. Tapi satu yang
aku suka dari Mas Glenn, gesture dia yang seperti anak kecil melihat dunia
luas. Mukanya tuh babyface banget padahal udah kepala empat haha.
Pokoknya aku bener-bener
menikmati sesi workshop sama Mas Glenn saat itu. Ditunjang tempat yang cozy di
Loop station dan pembicara yang atraktif, jadi kita kaya ngobrol santai gitu,
tapi tetep materinya masuk ke otak. Ini nih yang ga bakal bisa didapetin di
kampus.
Terus hari berikutnya kita ikut
seminar soal Gen-flux, pembicaranya ada Mas Stasnis co-founder Salestock dan
Mas Yazied pendiri Srengenge Culture lab, elah yang agensinya aku cari sampe
nyasar-nyasar.
Pertama Mas Stanis ngejelasin
soal Gen-flux. Baru denger kan? Sama, kalau ga ikut lomba mungkin aku juga ga
tau apa itu gen-flux. Jadi kalau selama ini kita taunya baby boomers, gen Y,
gen X, gen Z, sekarang ada istilah baru lagi nih, yaitu gen-flux. Tapi gen-flux
bukan merujuk ke salah satu generasi, melainkan mainset bahwa gen-flux adalah
mereka yang tidak peduli dari generasi apa tapi punya kemampuan adaptasi dan
inovatif untuk struggling di kejamnya dunia ini.
Mas Stanis juga cerita soal
SaleStock. Aku ga menyangka kalau ternyata SaleStock sebesar itu, besar dalam
artian income dan udah ekspansi ke luar negeri juga. Padahal SaleStock kalau
kita liat simple banget, dia semacam online shop dengan barang yang murah dan
menyasar ke middle-low class. Tapi ternyata barangnya sama kaya online shop
terkemuka lain yang harganya jauh lebih mahal. Intinya keren lah si SaleStock
ini.
Terus kalau Mas Yazied, ya karena
basicnya dia creative jadi materinya ga jauh dari proses kreatif iklan. Dia
juga sedikit ngajarin soal wirausaha, dan tentunya soal Srengenge. Ternyata dia
sekarang lagi ngebangun bisnis dan ga full time di Srengenge lagi. Ealah,
pantes emailku dialihkan.
Yang paling menarik di seminar
ini waktu ada finalis yang nanya soal mempertahanin idealism, soalnya di awal
materi Mas Yazied bilang dia punya idealism bahwa agensi besar ga harus di
Jakarta. Mas Yazied jawabnya walau punya idealism, harus tau diri juga.
Idealisme beda sama ambisi, dan untuk mempertahanin idealism butuh bantuan
orang lain juga yang berpikiran sama, ga bisa semua dilakuin sendiri.
Dan yang paling aku inget adalah
jawaban Mas Stanis, dia bilang kurang lebih gini,
“Mertahanin idealism gampangnya
kita umpamakan kaya diagram venn. Ada tiga lingkaran yang pertama isinya
passion, yang kedua are you good at it or not, dan yang ke tiga apakah bisa
kasih makan kamu? Setidaknya dua lingkaran itu harus terpenuhi, kalau cuma satu
ngapain, ganti yang lain aja,”
Dari jawaban Mas Stanis pikiranku
jadi terbuka dan aku jadi merasa punya pegangan buat nentuin kedepannya harus
gimana. Sungguh lightening my mind. I know my passion and know what should I do
to turn it into the real job. This is what I want to do for my life. But life
never been easy, so what happen next I should face it and remember the reality.
Ya, lagi-lagi di Jogja sangatlah
menyenangkan. Terima kasih Jogja, comminfest, dan LO yang sudah mau antar
jemput hehe. Karena kalian, lagi-lagi ada cerita yang sayang untuk tidak
dituliskan.
Salam sayang dari mahasiswi yang
mau magang, muah.